Gaza dan Cermin Kemanusiaan Kita yang Retak


    


Setiap ledakan di Gaza seharusnya mengguncang nurani kita. Setiap jeritan anak yang kehilangan keluarganya, setiap reruntuhan rumah, dan setiap antrian panjang bantuan makanan bukan sekadar berita. Itu adalah ujian, ujian terhadap apa yang masih kita sebut sebagai “kemanusiaan”.

    Gaza telah lama menjadi simbol penderitaan kolektif umat manusia. Di balik tembok yang mengurung, hidup lebih dari dua juta orang yang hak asasinya dilucuti secara sistematis. Mereka bukan hanya korban dari konflik geopolitik, tapi juga korban dari kelambanan dan ketidakpedulian dunia internasional.

    Di Mana Kemanusiaan Kita Saat Gaza Terbakar? Kita hidup di zaman di mana teknologi memungkinkan kita mengetahui tragedi yang terjadi di belahan dunia manapun hanya dalam hitungan detik. Tapi anehnya, semakin banyak informasi yang kita terima, semakin tumpul empati kita. Saat anak-anak Gaza menangis karena kehilangan orang tua mereka, kita sibuk berdebat di kolom komentar media sosial. Kita lebih khawatir soal perbedaan pendapat dibanding penderitaan nyata yang merobek hati siapa pun yang waras.

    Apa yang terjadi di Gaza bukanlah sekadar perang. Ini adalah pelanggaran martabat manusia. Ketika rumah sakit dibombardir, ketika sekolah menjadi sasaran, ketika bantuan kemanusiaan dihalangi, maka yang dirusak bukan hanya bangunan tapi nilai-nilai dasar kemanusiaan.

~Diam Adalah Pilihan, Tapi Bukan yang Manusiawi~

    Banyak orang berkata, “Kami tidak bisa berbuat apa-apa.” Padahal, diam di tengah ketidakadilan adalah pilihan. Kita bisa bersuara, menyebarkan kesadaran, mendukung lembaga kemanusiaan, bahkan sekadar mendoakan dengan sungguh-sungguh adalah bentuk perlawanan terhadap kezaliman yang terstruktur.

    Jangan remehkan suara kecilmu. Perubahan besar lahir dari suara-suara kecil yang konsisten. Dunia pernah berubah karena mereka yang berani bersuara di saat semua orang memilih untuk diam. Mengutuk kejahatan terhadap Gaza bukan soal agama atau politik tapi ini tentang keberpihakan pada kehidupan, pada nilai-nilai moral yang seharusnya kita jaga sebagai manusia.

    Apa yang terjadi di Gaza sebenarnya mencerminkan siapa kita. Apakah kita manusia yang hanya peduli saat hal itu menyentuh keluarga kita? Apakah kita hanya mampu bersimpati jika penderitaan itu terjadi di depan mata kita sendiri?

    Gaza sedang memanggil dunia untuk berkaca: masihkah kita layak disebut manusia jika kita tak lagi terusik oleh penderitaan orang lain?

Oleh: Faza Nailal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar