Hikmah ini menggambarkan sebuah sekanario hebat dari awal hingga akhir, dunia
adalah tempat, allah untuk menguji hambanya
namun hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan besar mengapa..? di balik hari hari
bahagia selalu ada nestapa..? mengapa kenikmatan muncul sehabis adanya
cobaan..? tentunya ada hikmah di balik itu, dan hikamah itu yang akan kami uraikan
menurut pendapat ibnu atho’illah yang mengarang kitab al hikam.
Setidakanya hikmah dibalik silih bergantinya nikmat dan cobaan di dunia ini bermuara pada dua hal. Masing masing dari keduanya akan di jelaskan degang sejelas jelasnya dari uraian kalam yang indah ibnu atho’illah. mengatakan Adapun yang pertama, allah ingin menciptakan dunia sebagai medan juang dan cobaan, untuk memfilter atau menyaring dari hamba hambanya. Kedua dunia ini tak lebih dari loncatan untuk meraih tahapan kehidupan berikutnya. Selayaknya tempat singgah, setelah itu mereka yang telah beranjak dari persinggahan dan akan berpindah ke akhirat. mereka akan mempertanggung jawabkan atas perbutannya, Perbutan baik akan di balas dengan kebaikan dan perbuatan yang tidak baik juga dibalas dengan perbuatan yang setimpal.
Setidakanya hikmah dibalik silih bergantinya nikmat dan cobaan di dunia ini bermuara pada dua hal. Masing masing dari keduanya akan di jelaskan degang sejelas jelasnya dari uraian kalam yang indah ibnu atho’illah. mengatakan Adapun yang pertama, allah ingin menciptakan dunia sebagai medan juang dan cobaan, untuk memfilter atau menyaring dari hamba hambanya. Kedua dunia ini tak lebih dari loncatan untuk meraih tahapan kehidupan berikutnya. Selayaknya tempat singgah, setelah itu mereka yang telah beranjak dari persinggahan dan akan berpindah ke akhirat. mereka akan mempertanggung jawabkan atas perbutannya, Perbutan baik akan di balas dengan kebaikan dan perbuatan yang tidak baik juga dibalas dengan perbuatan yang setimpal.
Dalam hakikat yang pertama,
tujuan allah ingin menguji hambanya dengan berbagai coabaan adalah untuk
menyadarkan diri, bahwa diri ini hanyalah hamba yang lemah yang tidak meliki
daya upanya dalam berbuat. Dan allah swt sebagai raja (al malik) bagaimana memahami bahwasanya kesadaran
itu..? yakni memahami betul bahwasanya allahlah yang menciptakan hamba (abdun)
dan kehendak ilahi di sisi lain
allah memberi peluang amal dengan cara ikhtiyari. Dengan di ciptakanya hamba, manusia
tidak bisa menolak karana itu adalah kehendak allah swt, kendati demikian allah
swt tidak membatasi ruang gerak hamba untuk beramal menurut ikhtiyarnya. Nah,
amal yang sesuai ikhtiyar dengan
kata lain taklif yang allah bebankan kepada manusia tersebut.
Taklif tersebut sekaligus medan uji
coba bagi seorang hamba, sudahkah ia berikhtiyar dengan baik dalam usaha, dalam
menjalankan tugas sebagai khalifah allah di muka bumi...? tentu selayaknya
sebuah ujian, maka tidak lepas dengan namanya rintangan, cobaan dan tidak lain
yang tidak ia inginkan, jika seorang hamba mengira hidup di dunia ini sebuah
kenikmatan saja tanpa adanya cobaan, kebahagian tanpa kesedihan maka degan apa
ia akan mewujudkan ketaatan atas perintah allah...? pantaskah ia mengaku telah
beribadah atau menghamba kepada allah swt dengan baik, sedangkan semua sudah di
balas dengan kenikmatan kenikatan yang tiada taranya di banding degan ibadah
kita.
Kemudian dalam hakikat kedua
perlu di bangun kesadaran bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sebentar saja,
kehidupan di dunia amat sangat terbatas karna merupakan tempat persinggahan, kehidupan
di dunia ini tak lain dan tak bukan hanyalah loncatan untuk memasuki kehidupan
selanjutnya yakni di akhirat. Sebuah
keyataan yang tidak bisa di mungkiri adalah hkmah di mana dunia dibuatkannya
arena ujian dan cobaan . bahwa cobaan yang datang silih berganti hanyalah
sebagai pengingat cobaan itu,untuk mengingatkan kepada sebuah penderitaan,
musibah, sakit, dan ketidak nyamanan hanyalah sebentar. Jika dunia ini
adalah sebuah tempat persinggahan maka pandangan dalam benak hamba hanyalah
main main saja dan cobaan cobaan itu relative singkat. Seadainya kehidupan di
dunia ini tidak ada rintangan sedikitpun yang ada hanyalah kenikmatan yang
terus menerus, maka kehidupan hamba akan betah di dunia ini sampai tua, semakin
hari semakin menikmati alur kenikmatan hidup, dan ketika ajal datang menjemput
maka hanyalah ketidak siapan seoarang hamba.
Mari kita lihat perbedaan orang mukmin dan orang kafir tentang cara pandang
mereka terhadap dunia, orang mukmin memandang dunia ini sesuai rel yang sudah
di tentukan yaitu assunnah dan al kitab. Dunia adalah rumah duka bagi oaring
mukmin. tempat fitnah dan hura hura saja, tetapi sejatinya seorang mukmin
menajali realita hidup ini dengan sabar, sebagaimana ia menyikapi rasa syukur
atas nikmat yang allah berikan, karna mereka percaya dan yakin terhadap al
qur’an dan assunnah begitupun sebaliknya pandangan orang kafir atas kehidupan
di dunia, dunia hanyalah tempat kenikmatan yang tiada taranya sehingga symbol
dari oaring kafir hanyalah menumpuk harta di dunia dengan alasan takut tidak
bahagia selama hidup ini.
hal tak kalah penting untuk di selaraskan adalah pemahaman bahwa
kebagaian itu tidak bisa di ukur dengan banyaknya kenikmatan yang diraih,
sebagaimana kesengsaraan juga tidak bisa di ukur dengan seberapa banyak musibah
yang menimpanya, kaya miskin dan sukses gagal bukanlah rumus yang utama dan
bukan yang harus di awalakan, justru banyak orang kaya raya cerdas, pintar,
hebat, bahkan setempuk gelar pada dirinya, tetapi walhasil hidupnya tidak
pernah ada yang namanya tentram dan bahagia, hatinya kering dan jiwanya resah
dan gelisah,
disisi lain kita melihat betapa banyak mereka yang tampak secara lahir
tidak memiliki apa apa, tetapi hidupnya tidak lebih dari cukup, orangnya tidak
terkenal dengan kecerdsannya bahkan kehebatannya tidak tampak dari dirinya
tetapi hidupnya tenang, tentram tanpa adanya kegelisan yang merundungnya kenapa
bisa demikian..? karena kebagaian tidak bisa di ukur dengan kehidupan di dunia
karana kebagiann itu ranah hati, aspek luar hanyalah sebuah ilusi dan
perspektif yang berbeda beda, sebagaimana dawuh dari al maghfurllah kh.hasani
nawawi saya malihat dan membaca al qur’an di awal hingga akhir tidak menemukan perintah untuk hidup di dunia
dengan kemewahan. jendral_Pba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar