Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. Dr.Hamka, seorang tokoh pembesar ormas Muhammadiyyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Saw.
Tetapi ketika Buya Hamka sudah tua,
beliau berkenan menghadiri acara Maulid Nabi Saw saat ada yang mengundangnya.
Orang-orang sedang asyik membaca Maulid al-Barzanji dan bershalawat saat Mahallul
Qiyam, Buya Hamka pun turut serta asyik dan khusyuk mengikutinya. Lantas para
muridnya bertanya: “Buya Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras
menentang acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya, dulu
sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak
kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas.”
Di riwayat yang lain menceritakan
bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut
dalam shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw.
Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.
Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat, jamaahnya pun bertanya heran: “Buya Hamka, sebelum ini takpernah terlihat satu kali pun Anda mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh, namun mengapa sekarang justru Anda mengamalkannya?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu
saya baru baca satu kitab, namun sekarang saya sudah baca seribu kitab.”
Gus Anam (K.H. Zuhrul Anam)
mendengar dari gurunya, Prof. Dr. As-Sayyid Al-Habib Muhammad bin Alwi
al-Maliki Al-Hasani, dari gurunya Al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani yang
mengatakan: “Idza zada nadzrurrajuli wattasa’a fikruhu qalla inkaruhu‘alannasi.” (Jikalau seseorang
bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia
akan sedikit menyalahkan orang lain).
Semakin gemar menyalahkan orang
semakin bodoh dan dangkal ilmunya, semakin Tinggi ilmu seseorang maka semakin
tawadhu (rendah hati), carilah guru yang tidak pernah menggunjing dan
mengkafirkan siapapun.
Hal ini sama seperti ilmu padi,
semakin berisi semakin merunduk, itulah peribahasa yang sering kita dengar.
Yang memiliki arti, orang berilmu yang semakin banyak ilmunya semakin
merendahkan dirinya. Tanaman padi jika berisi semakin lama akan semakin besar.
Jika semakin besar otomatis beban biji juga semakin berat.
Jika sudah semakin berat, maka mau
tidak mau seuntai biji padi akan semakin kelihatan merunduk (melengkung) kearah
depan bawah. Karena batang padi sangat pendek, strukturnya berupa batang yang
terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Jadi tidak
sebanding dengan beban berat biji padi yang semakin lama semakin membesar.
Berbeda dengan biji padi yang kosong tidak berisi, walaupun kelihatan bijinya
berbuah banyak karena tidak berisi maka seuntai biji padi tersebut akan tetap
berdiri tegak lurus.
Oleh : Ahmad Mirza Wildan Abrar.
Dikutip dari buku : Muhammad Nu dalam Aqidah
Oleh : Ahmad Mirza Wildan Abrar.
Dikutip dari buku : Muhammad Nu dalam Aqidah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar