Dunia
akhir-akhir ini dihantui teror dengan adanya Intimadasi ulama' pelecehan ulama' persekusi ustadz-ustadzah atas nama kelompok atau ormas
tertentu. Gerakan arogansi dengan dilandasi doktrin agama, adalah
fenomena dunia hari ini. Orang-orang mulai menuduh satu suku, satu ormas tertentu
menjadi penyebabnya.
Doktrin-doktrin pada ormasnya itu dianggap sebagai kelompok yang paling benar yang paling shohih, yang lain salah ,serta banyak anggapan negatif terhadap salah satu ormas tertentu. Semua orang
mengarahkan penyebabnya adalah ormas Islam tertentu sebagai kelompok yang dianggap sebagai ormas yang salah, ormas yang nyeleweng, ormas yang kasar tanpa keramahan.salah satunya, Banom Nahdhatul Ulama' yaitu Ansor dan Banser, yang sering dianggap sebelah mata, yang mana mereka berdalih ''kok ada ormas islam menjaga gereja dll'' mereka dengan kedangkalan ilmunya dan tidak tau realita yang terjadi sangat mudah menyalahkan, bahkan dengan kepicikan akalnya mereka sampai mengatakan kafir.
gus dur pernah berkata : ya kalok Ansor dan Banser kafir ya tinggal syahadat lagi. gitu aja kok repot. ini menunjukkan keluasan ilmu dari kiai sepuh. bukan ustadz atau ustadzah, yang baru lulus dan sok tau.
gus dur pernah berkata : ya kalok Ansor dan Banser kafir ya tinggal syahadat lagi. gitu aja kok repot. ini menunjukkan keluasan ilmu dari kiai sepuh. bukan ustadz atau ustadzah, yang baru lulus dan sok tau.
Jika
memang sejarah perjalanan Islam dianggap sebagai sejarah perang, maka
benar adanya banyak perang diawal-awal penyebaran agama Islam. Akan
tetapi bukan berarti bahwa Islam menyukai jalan perang untuk menyebarkan
agama Islam. Pada zaman nabi Muhammad SAW perang adalah cara untuk
mempertahankan diri, menjaga diri dari serangan dari luar yang
berbahaya.
Artinya perang adalah cara terakhir
yang dapat dilakukan demi bertahan hidup dan bertahan atas serang orang
yang memusuhi pengikutnya, pada kondisi ini jihad berperang boleh
dilakukan sebab keadaan yang memaksa. Bukan berarti jihad hanyalah soal
perang, bunuh-bunuhan.
Manusia diciptakan
dengan bersuku-suku, ras, warna kulit, jenis kelamin yang berbeda-beda
untuk saling kenal-mengenal, ini adalah salah satu firman tuhan yang
disampaikan dala Al-Qur’an. Artinya Islam melalui firman tuhan juga
menegaskan perbedaan bukanlah sebuah halangan atau sebuah hal yang dapat
memecah-belah. Akan tetapi sebaliknya persatuan adalah hal yang wajib
untuk kita lakukan.
Nabi Muhammad sendiri
menggambarkan Islam sangat ramah sehingga menjadi rahmat bagi manusia
dan alam semesta. Contoh itu dapat kita lihat dari hijrah nabi ke
Madinah. Kota yang beragam suku dan agama didalamnya dapat dikelola oleh
nabi Muhammad melalui Piagam Madinah, tidak ada kata satupun yang
menuliskan Islam di dalam Piagam Madinah.
Kehidupan
yang rukun, saling menghormati antar satu suku dengan suku lain, antar
keyaninan satu dengan keyakinan lain. Piagam Madinah adalah konstitusi
pertama dalam Islam untuk membentuk sebuah komunikas masyarakat yang
rukun dan damai.
Di Indonesia sendiri, Islam
dalam sejarah penyebaran serta perkembangannya pun memiliki hal yang
berbeda. Kita kenal diawal penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali
Sanga atau sembilan wali. Melalui instrumen seperti joglo untuk
mendakwahkan Islam melalui pengajian-pengajian, wayang yang menjadi
tradisi masyarakat Indonesia sebelum Islam masuk itu pun digunakan oleh
Sunan Kalijaga untuk memperkenalkan Islam. Bahkan di Kudus Sunan Kudus
pun melarang pengikutnya untuk menyembelih Sapi demi menghormati agama
Hindu-Budha.
Dalam Islam lebih mementingkan
maslahah dari pada kemudharatan ini termaktib dalam Ushul Fiqhyaitu Al
Maslahah Al Ammahialah jalan dari perjuangan Islam itu sendiri.Fas
tabiqu al khairat, kita perlu berlomba dalam kebaikan merupakan prinsip
dalam Islam yang wajib bagi kita semua untuk dijalankan.
Mendakwahkan Islam Ramah di Era Teknologi
Perkembangan
zaman mulai berubah, umat manusia berada pada zaman dimana semua
menjadi mudah dan tak terbatas oleh ruang dan waktu (baca Yassraf; Dunia yang Dilipat).
Teknologi menjadi penanda bagi perkembangan zaman serta kemudahan yang
ditawarkan. Dulu manusia dalam melakukan pekerjaan hanya bertumpu pada
alam, seperti makanan, kendaraan, alat komunikasi dan lainnya.
Berkaitan
dengan Islam, mendakwahkan Islam hanya menggunakan media konvensional
seperti turun langsung kemasyarakat bertatap muka dan mendakwahkan
Islam. Hari ini dengan adanya teknologi dan media sosial, Islam dapat
disebar melalui media-media sosial seperti portal online yang memberikan
pemahaman Islam melalui tulisan bahkan video tanpa bertatap muka secara
langsung.
Kondisi bangsa Indonesia, mulai
mendapat kendala di era teknologi dimana dalam memanfaatkan media sosial
untuk menyebarkan hoaks, fitnah, kebohongan sehingga dapat memecah
belah persatuan umat manusia. Melalui penyebaran hoaks ini, masyarakat
awam menjadi termakan oleh isu fitnah yang beredar.
Kondisi
ini benar-benar dimanfaatkan untuk menyebarkan pemahaman yang keliru.
Bahkan penyebaran Islam radikal, Islam yang marah-marah cukup marak
menyebar diseluruh media sosial.
Umat Islam
yang memahami pesan Islam yang sesungguhnya perlu merebut media sosial
untuk digunakan mendakwakan Islam yang berwajah ramah. Menunjukkan Islam
yang menjadi rahmat dengan menyebarkan paham Islam ramah ini akan
menangkal penyebaran Islam yang tidak toleran, paham yang memecah belah
persatuan.
Jihad selanjutnya adalah
berkontribusi kepada umat manusia dan negara, selain menyebarkan Islam
yang ramah dalam konteks keislaman, maka perlu masuk ke lini
keindonesiaan dengan menjaga persatuan bangsa dan negara, jihad
menuntaskan kemiskinan, membukan usaha-usaha, berpolitik dan tentu
melalui landasan keislaman yang kuat.
Hal yang
lebih penting ialah pada prinsipnya lini kehidupan berbangsa
berprinsipkan Islam tanpa memformalisasikan Islam, sehingga menjadi kaku
dan terkesan tidak ramah. Ulama terdahulu telah membuktikan bahwa
bangsa Indonesia ideologi dan hukumnya telah sesuai dengan syari’at
Islam, seperti pada perdebatan dasar negara yaitu Pancasila, KH. Hasyim
Asy ‘arie menyatakan bahwa Pancasila sah sebagai dasar negara karena
tidak bertentangan dengan syari’at Islam itu sendiri.
Oleh : HMASS (Harakah Mahasiswa Alumni Santri Sidogiri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar