Selama senyummu masih merekah maka izinkan aku untuk tetap setia dan rindu padamu,
ungkap D. Zawawi Imron. Budayawan yang dikenal si Celurit Emas ini
hendak mengetengahkan budaya senyum tulus dalam kehidupan. Selain senyum
yang mendamaikan, ada juga senyum menyimpan virus mematikan. Sulit
memang membedakan demarkasinya, namun rasanya beda. Dulu, leluhur
Indonesia dikenal sebagai bangsa murah senyum yang tulus. Ntah sekarang?
Hal mengembangkan bibir sedikit ini hadir bila mengalami peristiwa
menarik, lucu, bahagia, ataupun yang mengesankan. Namun pula, gelak tawa
ekspresif yang tanpa suara itu menyimpan udang di balik batu. Ini
menunjukkan, bahwa senyum hadir dengan multiguna dan penuh misteri. Dari
membawa bahagia sampai yang mengantarkan pada jurang bencana. Namun
baiknya melu ilmuwan muslim terkemuka, Ibnu Sina menyebutkan, bahwa salah satu sifat orang arif adalah selalu senyum gembira.
Selamat pagi, selamat berbelanja, sapa penjaga toko dengan
bibir menyungging tersenyum. Senyum ini memikat pelanggan agar betah
berbelanja di toko itu. Di lain kondisi, Eh kamu, tegur singkat
penuh bunga senyum antarteman. Senyum boleh sama. Mengembangkan bibir.
Namun maksud bisa berbeda. Karena senyum lahir dari dalam diri manusia,
ia bersifat asasi dan menjadi ”bahasa” komunikasi tersendiri dalam
keseharian. Adakalanya senyum bermaksud menarik simpati sebagai bentuk
formasi praktik kapitalisme. Biadab. Ada juga yang memang tulus sepenuh
hati. Beradab. Antagonisme budaya senyum. Senyum kita beroperasi di sisi
yang mana?
Di sinilah urgensi memurnikan budaya senyum. Phyllis Diller
menyebutkan, bahwa melukiskan senyuman sebagai sebuah lengkungan yang
meluruskan segala sesuatunya. Senyum yang murni ikhlas menjadi denyut
jantung dalam hubungan kemanusiaan untuk menciptakan persahabatan yang
bernilai abadi. Senyum melambangkan cinta kasih yang hakiki. Nabi
menyatakan, senyum adalah sedekah. Berderma dengan senyum sangat mudah,
namun sulit ada senyum yang tulus. Pasalnya, banyak foto dipajang
menebar senyum, namun orangnya pelit senyum. Senyum ikhlas yang
melahirkan kesejahteraan dan kedamaian bersama.
Waktu dan tempat juga menjadi pemicu seseorang untuk tersenyum.
Bersama dengan orang yang murah senyum akan terbiasa dengan senyuman
pula. Namun seiring dengan perkembangan teknologi membuat orang narsis.
Senyum dipicu oleh rasa dan keinginan dalam diri seseorang. Hati-hati.
Selain pertemuan satu sama lain, banyak jua yang update foto tersenyum di media sosial. Media ini membangkitkan gairah ber-pose ria bahkan selfie
sekalipun. Magnit senyuman memang luar biasa kuat. Syukur kita bisa
tersenyum dan tertawa. Bila mengidam penyakit Sindrom Moebius/lumpuh
muka, mana boleh walau hanya sekadar mengerutkan dahi, bahkan sulit
menggerakkan mata ke kanan atau kiri.
Budaya senyum yang tulus membuat kehidupan penuh ragam keindahan.
Potongan sajak pengasuh PP. Maulana Rumi yang sekaligus penyair, aku
tempuh lorong hidup yang kebak onak ini Efa/semata karena aku percaya
bahwa senyummu akan menghapus seluruh air mata dukanaku. Penggalan puisi ini mengajari kearifan budaya senyum dengan sepenuh hati pada kita. Laksana ajaran leluhur.
Lantas siapa yang harus memulai senyum? Kita. Alasan secara seni
sastra sebagaimana di atas. Dari arah Psikologi, bahwa tawa dan senyuman
merupakan sejumlah latihan yang apik bagi pertumbuhan dan perkembangan
otot-otot muka. Ini akan menimbulkan ketegaran jiwa serta tidak akan
melemahkan atau menekan otot. Senyum menjadi gambaran orang yang penuh
cinta dan bijaksana. Murah senyum. Bukankah tak jarang memang, yang
lunak mampu melunakkan yang keras. Senyumpun demikian. Sering seorang
cowok gagah perkasa menjadi luluh dan takluk lantaran sembulan senyum
cewek yang manis menggoda.
Namun senyum semacam ini hanya membawa
manusia pada bencana, karena terseret pada tindakan menyikat larangan
agama. Sia-sia.
Menjadi pribadi yang selalu ceria adalah idola setiap insan.
Bagaimana? Budaya senyum sebagai jalan terang untuk sampai pada halaman
pribadi tersebut. Budaya ini menjadi milik setiap manusia yang merupakan
makhluk tertawa (al-Insânu huwa hayawânun dlâhikun). Senyum menebar kesejukan dan kedamaian, menghilangkan stres, membuat awet muda, positive thinking, dst. Senyum adalah icon hati dan jiwa seseorang yang tengah merasa tenang nan senang. Senyum yang demikian menjadi taman-taman indah kehidupan.
Budaya senyum sangat memikat untuk diindahkan. Senyum memiliki daya
magis tersendiri. Bagi kita yang masih punya hati, laik rasanya
menyatakan selamat tinggal pada senyum yang hanya sarat jebakan
dan virus. Namun sebaliknya, menyelami juga membudayakan kedalaman
senyum yang tulus, serta melangkah pasti menuju senyum yang penuh nilai
keabadian. Kahlil Gibran memuisikan, Seluas senyuman menarikku dekat kepada putera kesayanganku/dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepada Tuhan.
Oleh : HMASS (Harakah Mahasiswa Alumni Santri Sidogiri
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
HMJ PBA UIN Maliki Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
Translate
Archive
- November (2)
- Oktober (4)
- September (3)
- Agustus (2)
- Juli (3)
- Juni (1)
- Mei (1)
- April (2)
- November (2)
- Oktober (1)
- September (3)
- Agustus (3)
- Juni (1)
- November (6)
- Oktober (1)
- September (5)
- Agustus (1)
- Juli (1)
- November (7)
- Oktober (7)
- September (7)
- Agustus (10)
- Juli (6)
- Juni (1)
- Januari (1)
- Desember (2)
- November (4)
- Oktober (10)
- September (10)
- Agustus (1)
- Juni (2)
- April (1)
- Desember (5)
- November (7)
- Oktober (43)
- September (34)
- Oktober (3)
- September (9)
- Juni (2)
- September (2)
- Agustus (2)
- Juni (7)
- Mei (1)
- Desember (1)
- Mei (1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar