Oleh Wiwit Nazilah Utami |
Sayup-sayup kudengar
Tapakan kaki semut hitam
Tertawa dalam barisan
Sembari menatapku penuh iba
Dalam cerita ini
Ada laut yang kusebut sepi
Hamparannya tak berujung
Dengan airnya yang selalu asin
Dalam perjalanan ini
Gemuruh alam seperti tak berpenghuni
Kalutnya malam tak terkikis
Meski aku terlelap lagi
Ada apa?
Kelabu dan suram itu selalu
tersenyum
Juga pagi yang tak lagi bersama
matahari
Teori angan yang tak bekerja
Menahan metamorfosa kehidupanku
Merengek tak berpaham
Mengemis air pada mataku sendiri
Ada apa?
Sedangkan semua massa sempoyongan
Sibuk oleh pencarian jati diri
Rasa takut dihadang
Gelombang kegagalan dilewati
Namun,
Aku masih di sini
Hening pun terasa sunyi
Tertatih dan berhenti
Ada apa?
Kali ini terdengar lagi,
“Bangkitlah wahai jiwa
yang mati”
Teriak mereka
Para semut hitam
Yang masih memenuhi bola mataku
Sebongkah ruh manusiawi itu
Tak beraga lagi
Juga kehilangan
Mata angin kehidupannya
Sedalam itu,
Jatuhku...
Tak pernah meninggalkan sudut
kegelapan
Dan binarnya cahaya tak kunjung
sambang
Karenaku?
Atau, Sumpah Tuhanku?
Sebab menitku beberapa malam lalu
Penuh tawa dan begitu mengabaikan-Nya
Barisan semut itu tak lagi tampak
Namun tawanya tetap bersemayam
Keningku berisyarat,
“Bahkan seekor semut mampu menjadi hamba yang baik. Ada apa denganku?”
MasyaAllah mumtaz
BalasHapusWah keren MastaAllah
BalasHapusYg ditulis oleh hati, juga akan sampai kedalam hati...
BalasHapusLanjutkan ndan,,