Pesantren; Miniatur Kecil Kehidupan Nyata | El - Fatih | Artikel


 

Pesantren; 
Miniatur Kecil Kehidupan Nyata
 


Pesantren acap kali disebut-sebut sebagai suatu metode pendidikan kuno yang hanya mengandalkan kitab-kitab klasik dalam metode pengajarannya. Kadang juga di cap sebagai metode pendidikan yang tidak mampu bersaing dengan kondisi zaman now. Sedikit banyak orang tua yang berpikiran ketika anak-anak mereka akan dimasukkan ke dalam pesantren tidak akan mampu bersaing dengan yang lain, mereka akan ketinggalan zaman, dsb. Pemikiran-pemikiran tersebut sering kita temukan di luar sana, padahal ketika kita tarik ulang sejarah negeri kita Indonesia, banyak kalangan santri yang ikut dalam memerdekakan Indonesia. Banyak juga lulusan dari pesantren yang mampu menjadi orang-orang besar dan terpandang di dunia.

Pesantren sangat erat kaitannya dengan kiai dan santri. Kiai sebagai pendidik, sedangkan santri sebagai yang dididik. Seorang pendidik tidak sama dengan pengajar, pengajar hanya menyampaikan materi pelajaran, sedangkan pendidik disamping menyampaikan materi pelajaran, ia juga membentuk karakter. Kiai tidak hanya mendidik santrinya tuk menjadi orang yang pintar saja, lebih dari itu seorang kiai juga mendidik para santrinya untuk menjadi orang yang benar. K.H Anwar Zahid dalam ceramahnya pernah berkata “dadio wong sing pinter tur bener”, jadilah orang yang pintar juga benar, karena modal pintar saja tidak cukup untuk membangun negeri ini, bisa-bisa malah menjadi perusak negeri ini. Contoh kecil para pejabat tinggi negara yang korupsi, mereka termasuk orang-orang yang sangat pintar, tetapi tidak benar, mereka menggunakan akal mereka untuk mengakali orang lain.

Kiai dan santri ibarat gelas dan cerek, sedangkan ilmu ibarat air. Ketika seorang ingin menuangkan air dari cerek ke dalam gelas hendaknya cerek dan gelasnya bersih, agar sehat untuk dikonsumsi. Ketika gelas tersebut bersih sedangkan cereknya tidak bersih maka sama saja air akan kotor, ketika cereknya bersih dan gelasnya kotor, air pun juga akan kotor. Maka dari itu seyogyanya seorang murid dan guru harus berwudhu terlebih dahulu agar suci. Hal remeh seperti ini saja masih sangat di perhatikan di dalam pesantren.

Dalam pengajaran di pesantren sangat diutamakan adab. Adab sendiri sangat penting untuk keberlangsungan masyarakat dan bangsa. Nabi Muhammad SAW sendiri di utus ke bumi tidak lain dan tidak bukan untuk menyempurnakan adab manusia, بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ أَخْلَاق . seorang yang kepintarannya sundul akan percuma tanpa dibarengi dengan adab yang terpuji. Pintar itu bonus sedangkan adab itu harus. Karena itu para santri di pondok pesantren dibekali dengan adab yang bagus untuk modal hidup bermasyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat kita sebagai makhluk sosial diharuskan untuk memiliki sifat sosial. Allah SWT dalam firman-Nya surat Al-Hujurat ayat 13 berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ.

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Sifat sosial ini dapat terbentuk dengan mudah ketika seseorang berada di pesantren. Pesantren dapat dikatakan sebagai miniatur kehidupan nyata memang benar nyatanya. Santri di pondok pesantren tidak hanya belajar tentang pelajaran saja, lebih dari itu mereka di pesantren juga belajar cara bersosial dengan baik. Mereka di sana hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda watak, suku, dan budayanya. Mau tidak mau mereka harus saling bertoleransi, menghormati, dan bersosial dengan baik.

Seorang santri di pondok pesantren juga sudah terdidik bermental baja. Santri sudah terbiasa akan hinaan dan celaan serta kritikan. Tahan akan segala rintangan, hambatan, dan cobaan. Karena di pondok pesantren mereka sudah terbiasa akan guyonan yang lumayan pedas dengan kawan mereka. Gus dur pernah berkata “orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian manusia, dia masih hamba amatiran.” Di pondok pesantren pun seorang santri sudah terbiasa akan hidup sederhana dan seadanya.

Pada zaman sekarang ini sangat dibutuhkan seorang santri yang mampu untuk menggebrak kemajuan dunia. Tidak hanya diam termenung tanpa melihat kondisi sekitar, tapi santri juga harus mampu bersaing dengan yang lain, santri harus mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Karena santri sudah dibekali oleh ilmu agama, ilmu bermasyarakat, dll. santri tidak boleh diam termenung melihat konten-konten di media sosial yang berisi rasis, santri harus bergerak, santri harus mempelajari teknologi. Dalam kitab Ta’limul Muta’allim dijelaskan bahwa mempelajari ilmu hal atau ilmu tentang keadaan saat ini hukumnya wajib. Ketika santri sudah terjun dalam kehidupan masyarakat, mereka akan mampu untuk beradaptasi dengan baik, mereka akan mampu untuk hidup dimana saja dan dalam kondisi apa saja. Karena dalam pondok pesantren mereka sudah terlatih untuk menjadi orang yang kuat dan tahan banting, tidak mudah tergoyahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar