Melalui Pendidikan, Persiapkan Diri Hadapi Society 5.0 | El Fatih | Artikel


 


 

            Disruptif akhir–akhir ini menjadi kata yang paling sering didengar di telinga pendidik. Apa sebenarnya yang dinamakan era disruptif? Secara umum, era disruptif diartikan sebagai masa di mana bermunculan banyak sekali inovasi–inovasi yang tidak terlihat, tidak disadari oleh organisasi mapan sehingga mengganggu jalannya aktivitas tatanan sistem lama atau bahkan menghancurkan sistem lama tersebut.

            Contoh–contoh sederhana seperti yang kita ketahui adalah menurunnya omzet/performa bisnis dari armada taksi pemimpin pasar yang harus mengakui keberadaan apps-based transportation service macam Grab, Go-Jek, dan Uber. Bentrokan–bentrokan terjadi, dan yang paling baru adalah mogoknya armada angkot di Bogor (sebagai salah satu kota yang angkotnya banyak) karena merasa tersaingi oleh transportasi berbasis aplikasi ini.

            Prof. Rhenald Kasali, dalam bukunya Disruption memaparkan bahwa korban–korban disruptive era adalah organisasi–organisasi mapan. Mereka yang sudah terbiasa dengan namanya yang tenar, membuat mereka tidak bergerak gesit / lincah. Sementara, di luar sana banyak anak–anak muda yang gesit, lincah, mengembangkan inovasi yang tidak terdeteksi oleh para incumbent ini. Sedikit demi sedikit menggerogoti pangsa pasar yang ada, karena menciptakan pangsa pasar baru. Tiba–tiba incumbent merasa ada yang aneh karena performanya menurun. Beberapa terlambat bergerak karena kalah lincah, yang menyebabkan organisasi tersebut hancur. Respon yang mungkin bisa dilakukan adalah berteriak kepada regulator untuk menindak mereka yang menjadi pusat disruption ini karena melanggar aturan dan tidak mengikuti regulasi. Kalau kata Prof, menyelesaikan cara baru dengan cara–cara lama sehingga menyebabkan kemunduran lagi.

Walaupun menurut kita masih banyak yang harus dites dari apa yang disampaikan sang profesor, namun insight bahwa kita sedang di era disruptif tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Kejadiannya ada di depan kita, dan betul–betul terasa dinamikanya.

 

Disruptive Era di Sektor Pendidikan

            Kebanyakan kasus–kasus disruption, dibahas di sektor bisnis. Namun, jarang sekali dibahas di sektor pendidikan. Kita yang saat ini diberi kesempatan sebagai dosen di institusi pendidikan terbaik negeri ini pun akhirnya berpikir : mungkinkah suatu saat nanti UI menjadi korban era disruptive?

Kita pun jadi menerka–nerka skenario yang terjadi. Di luar sana, banyak sekali institusi pendidikan yang sedang bergerak lincah. Bukan lagi universitas swasta, tapi universitas–universitas online. Kita mungkin mengenal beberapa seperti udemy, coursera, atau futurelearn. Di Indonesia, juga sedang banyak dikembangkan.

            Saat ini, mayoritas orang tua masih memiliki mindset bahwa kemudahan seseorang bekerja ditentukan dari beberapa hal:

1. Jurusan apa yang dipilih oleh anaknya
2. Di kampus mana anaknya belajar
3. Anaknya bisa melakukan apa

Kita merasakan sekali di generasi orang tua kita, ‘anaknya memiliki kapsitas apa’ itu nomor 3. Hal yang paling penting adalah bisa masuk ke universitas negeri yang bagus dan diterima di jurusan yang prospeknya cerah. Dengan mendapatkan dua poin pertama, maka diasumsikan anaknya bisa mendapat poin ketiga.

            Hal ini didukung dengan pencari kerja yang juga masih dikuasai orang–orang lama. Kampus / almamater masih dilihat penting oleh perusahaan karena jaminan kualitas. Setidaknya, kampus negeri menghasilkan lulusan yang lebih oke.

            Disruptive era ini kemudian kita rasakan saat beberapa PTS ternyata mencoba melakukan inovasi pembelajaran dengan melakukan berbagai standardiasi, menaikkan insentif dosen, dan membuat dosen betul–betul mengajar serius di kampus mereka.

            Hasilnya, dengan intake mahasiswa kalah dibandingkan negeri, mereka bisa menghasilkan lulusan yang lebih dipilih industri. Sya mendengar beberapa curhatan teman kita yang ditempatkan di SDM bahwa lulusan PTN technical skill nya mulai kalah dari swasta, cenderung meminta gaji lebih besar, dan loyalitasnya kepada perusahaan diragukan. Mereka lebih memilih lulusan–lulusan PTS!

            Di masa yang akan datang, kita membayangkan bahwa akan lebih banyak inovator–inovator pembelajaran yang mengepung UI sebagai incumbent. Bukan tidak mungkin, orang tua di masa yang akan datang dan para recruiter akan berpikir yang berkebalikan dengan orang tua sekarang: Apa yang bisa Anda lakukan lebih penting daripada almamater dan jurusan kuliah Anda. Itupun mulai terjadi sekarang.

            Bayangkan apabila pengajar institusi incumbent masih menggunakan cara–cara lama dalam mengajar, masih berpola pikir bahwa “UI intake nya bagus, disuruh belajar sendiri saja pasti paham”. Sementara di luar sana, para disruptor terus mengembangkan teknik pendidikan yang bisa meningkatkan kualitas mahasiswa yang intake nya rendah. Bukan tidak mungkin, lulusan UI akan mengalami apa yang namanya degradasi kognitif dan keluarannya akan kalah dari inovator pendidikan di luar sana.

 

Prinsip Pendidik dalam Menghadapi Disruptive Era

            Sebagai dosen muda, kita masih berjumpa dengan dosen yang sejak kita kuliah dulu hingga sekarang sama cara mengajarnya, sama cara memberikan tugasnya, dan materi yang diajarkan tidak di update. Saat industri masuk ke era disruption, hal yang masih diajarkan sebatas teori porter five forces. Tentu kita khawatir, jika ini terjadi terus–menerus kampus kita sangat mungkin menjadi korban disruptive era.

            Sebagai kita sebagai pendidik, pernah belajar kepada pendidik-pendidik senior kita, apa yang bisa kita lakukan adalah menghormati apa yang mereka ajarkan dan memulai perubahan dari dalam diri kita sendiri. Kita memiliki prinsip, jika kita protes, maka kita harus menciptakan solusi dengan resource yang kita miliki.

            Deans for Impactsebuah organisasi yang terdiri dari pendidik senior dan pengkader pendidik–pendidik baru, menerbitkan report “Practice with Purpose” yang berisikan prinsip–prinsip wajib untuk diterapkan pendidik dalam disruptive era. Beberapa hal dari prinsip itu sudah kita coba, dan beberapa lainnya masih dalam proses. Pada intinya, saat ini seorang pendidik harus betul–betul memahami perkembangan zaman, terus belajar, dan melatih otot–otot mengajar yang ada dalam diri mereka agar bisa lebih baik. Istilahnya, deliberate practice.

 

Melalui Pendidikan, Persiapkan Diri Hadapi Society 5.0

            Society 5.0, era dimana peran masyarakat berusaha untuk seimbang dengan hadirnya teknologi yang tidak bisa terhindarkan. Society 5.0  dengan manusia sebagai pusatnya hadir untuk memajukan ekonomi melalui penyelesaian masalah-masalah sosial dengan sistem yang terintegrasi pada ruang fisik dan maya. 

            Melalui data, Society 5.0 menghubungkan dan meggerakkan segala sesuatunya sebagai salah satu upaya untuk membantu adanya kesenjangan sosial yang dirasa belum beruntung. Berbagai layanan pendidikan diharapkan dapat menjangkau desa-desa kecil dengan manusia yang berperan untuk membuat data dalam mengatasi kesenjangan sosial yang ada.

            Pendidikan menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam kesiapannya menghadapi masa depan yang terus berubah dengan cepat. Dalam perkembangannya, pendidikan harus bisa memberikan pelayananan secara optimal dan berkualitas agar bisa menentukan bagaimana kelanjutan pendidikan tersebut. 

            Dengan perubahan cepat yang terjadi akibat dari bergulirnya Revolusi Industri 4.0 mengakibatkan hampir di semua bidang mengalami otomatisasi. Industri yang dikenal akrab dengan teknologi ini memungkinkan manusia mengakses informasi dan melakukan komunikasi bisa dimanfaatkan secara penuh. Indonesia yang masih dalam tahap Revolusi Industri 4.0, dikejutkan dengan hadirnya Society 5.0 yang digagas oleh Jepang. Saat Indonesia masih sibuk dalam Revolusi Industri 4.0, namun Jepang sudah mengambil langkah ke depan dengan Society 5.0.

            Society 5.0 menjadi salah satu upaya pemerintahan Jepang dalam menghadapi tren global yang muncul akibat adanya Revolusi Industri 4.0 dimana pada Revolusi ini telah banyak melahirkan inovasi dalam sektor industri dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karenanya, Society 5.0 diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan yang muncul akibat adanya Revolusi Industri 4.0 bersamaaan dengan disrupsi yang memiliki gejala dimana dunia bergejolak, tidak memiliki kepastian, kompleksitas, dan ambiguitas.

            Dalam perannya, pendidikan memiliki peran penting untuk mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi Society 5.0. Dalam forum ekonomi dunia, telah dirumuskan bahwa terdapat sepuluh kemampuan dengan tiga diantaranya adalah kemampuan utama yang harus dimiliki manusia dalam menghadapi smart society. 

            Tiga kemampuan utama tersebut diantaranya yaitu kemampuan dalam memecahkan masalah yang kompleks, kemampuan untuk bisa berpikir secara kritis, dan kemampuan untuk berkreativitas. Salah sau kemampuan yang dirasa mulai menghilang dari tahun ke tahun yaitu kemampuan dalam mendengar secara aktif menjadi salah satu kemampuan dari sepuluh kemampuan utama.

            Pendidikan memiliki tanggung jawab dalam memenuhi tiga kemampuan utama yang dibutuhkan dalam menghadapi masa depan. Anak-anak tidak hanya dibekali oleh ilmu pengetahuan namun juga harus dibekali dengan cara berpikir. Cara berpikir harus mulai dikenalkan dan dibiasakan mulai dari anak-anak agar nantinya terbiasa untuk bisa berpikir secara kritis, analitis, dan kreatif. 

            Cara berpikir ini dikenal dengan High Other Thinking Skills atau cara berpikir tingkat tinggi. Dengan memiliki kemampuan HOTS, peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep pengetahuan yang tepat dengan berbasiskan kegiatan. Dengan begitu, peserta didik didorong untuk bisa berpikir secara kritis dan kreatif. Beberapa model pembelajaran bisa dipilih dan diterapkan oleh guru kepada peserta didik  untuk mengembangkan nalar kritis peserta didik misalnya seperti:

1. Inquiry Learning
2. Discovery Learning
3. Project Based Learning
4. Problem Based Learning

            Dalam membiasakan kemampuan HOTS kepada peserta didik, pengajar juga perlu mengenalkan dan memberikan perasaan secara langsung di dunia nyata. Dengan begitu, peserta didik bisa memahami permasalahan yang ada di sekitar lingkungannya. Selain itu, dengan adanya dan diterapkannya konsep-konsep pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat memahami bagaimana menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.

            Pengajar memiliki peran yang penting pada peserta didik yaitu bagaimana pengajar dapat memberikan arahan kepada peserta didik dalam menemukan titik permasalahan dengan solusinya. Solusi yang diarahkan oleh pengajar, diharapkan pula tidak hanya solusi yang sudah ada lalu dipakai namun solusi dengan kebaruan seperti masalah yang baru juga sehingga peserta didik bisa berinovasi dan berkreatifitas.

            Pengenalan permasalahan kepada peserta didik pun tidak hanya permasalahan yang ada pada lingkungan sekitar namun juga pengenalan masalah secara universal. Sehingga akan meningkatkan wawasan dari peserta didik itu sendiri. Pemanfaatan berbagai macam teknologi seperti telepon genggam, laptop dan sebagainya juga bisa digunakan dalam pembelajaran. 

            Dengan adanya koneksi internet yang mendukung keberadaan teknologi memungkinkan pengajar dan peserta didik mencari bahan ajar, diskusi ataupun pembelajaran melalui video dengan mengakses berbagai situs yang tersedia secara gratis. Dalam penggunaan teknologi, siapa saja bisa menggunakannya namun harus bisa memberikan makna yang positif bagi pengguna terkhusus peserta didik dalam proses pembelajaran.

            Menyimpulkan dari penjelasan-penjelasan yang ada, dunia pendidikan tentulah memiliki peran yang sangat penting. Bagaimana pendidikan mampu memberi bekal kepada pengajar maupun peserta didik untuk siap dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Meskipun Indonesia saat ini masih bergerak dalam Revolusi Industri 4.0, namun kita juga harus bergerak cepat mempersiapkan diri kita untuk menghadapi dan bisa beradaptasi pada era Society 5.0.




Referensi

 

Prima, E. (2019, Januari 29). Mengenal Visi Jepang Society 5.0: Integrasi Ruang Maya dan Fisik. Retrieved from Tekno Tempo: https://tekno.tempo.co/read/1170120/mengenal-visi-jepang-society-5-0-integrasi-ruang-maya-dan-fisik

 

Redaksi. (2019, Maret 29). Indonesia Persiapkan Standardisasi Era Society 5.0 Melalui BSN. Retrieved from MileniaNews: milenianews.com/2019/03/29/indonesia-persiapkan-era-society/

 

Santoso, K. A. (2019, Maret 11). Pendidikan Untuk Menyambut Society 5.0. Retrieved from alinea.id: www.alinea.id/kolom/pendidikan-untuk-menyambut-masyarakat-5-0-b1Xcl9ijL

 

 

1 komentar: