Disruptif akhir–akhir ini menjadi
kata yang paling sering didengar di telinga pendidik. Apa sebenarnya yang
dinamakan era disruptif? Secara umum, era disruptif diartikan sebagai masa di
mana bermunculan banyak sekali inovasi–inovasi yang tidak terlihat, tidak
disadari oleh organisasi mapan sehingga mengganggu jalannya aktivitas tatanan
sistem lama atau bahkan menghancurkan sistem lama tersebut.
Contoh–contoh sederhana seperti yang
kita ketahui adalah menurunnya omzet/performa bisnis dari armada taksi pemimpin
pasar yang harus mengakui keberadaan apps-based
transportation service macam Grab, Go-Jek, dan Uber.
Bentrokan–bentrokan terjadi, dan yang paling baru adalah mogoknya armada angkot
di Bogor (sebagai salah satu kota yang angkotnya banyak) karena merasa
tersaingi oleh transportasi berbasis aplikasi ini.
Prof. Rhenald Kasali, dalam bukunya Disruption memaparkan
bahwa korban–korban disruptive era
adalah organisasi–organisasi mapan. Mereka yang sudah terbiasa dengan namanya
yang tenar, membuat mereka tidak bergerak gesit / lincah. Sementara, di luar
sana banyak anak–anak muda yang gesit, lincah, mengembangkan inovasi yang tidak
terdeteksi oleh para incumbent ini.
Sedikit demi sedikit menggerogoti pangsa pasar yang ada, karena menciptakan
pangsa pasar baru. Tiba–tiba incumbent merasa
ada yang aneh karena performanya menurun. Beberapa terlambat bergerak karena
kalah lincah, yang menyebabkan organisasi tersebut hancur. Respon yang mungkin
bisa dilakukan adalah berteriak kepada regulator untuk menindak mereka yang
menjadi pusat disruption ini
karena melanggar aturan dan tidak mengikuti regulasi. Kalau kata Prof,
menyelesaikan cara baru dengan cara–cara lama sehingga menyebabkan kemunduran
lagi.
Walaupun
menurut kita masih banyak yang harus dites dari apa yang disampaikan sang
profesor, namun insight bahwa
kita sedang di era disruptif tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.
Kejadiannya ada di depan kita, dan betul–betul terasa dinamikanya.
Disruptive Era di Sektor Pendidikan
Kebanyakan kasus–kasus disruption, dibahas
di sektor bisnis. Namun, jarang sekali dibahas di sektor pendidikan. Kita yang
saat ini diberi kesempatan sebagai dosen di institusi pendidikan terbaik negeri
ini pun akhirnya berpikir : mungkinkah suatu saat nanti UI menjadi korban
era disruptive?
Kita
pun jadi menerka–nerka skenario yang terjadi. Di luar sana, banyak sekali institusi
pendidikan yang sedang bergerak lincah. Bukan lagi universitas swasta, tapi
universitas–universitas online. Kita
mungkin mengenal beberapa seperti udemy, coursera, atau futurelearn. Di
Indonesia, juga sedang banyak dikembangkan.
Saat ini, mayoritas orang tua masih
memiliki mindset bahwa
kemudahan seseorang bekerja ditentukan dari beberapa hal:
1.
Jurusan apa yang dipilih oleh anaknya
2. Di kampus mana anaknya belajar
3. Anaknya bisa melakukan apa
Kita
merasakan sekali di generasi orang tua kita, ‘anaknya memiliki kapsitas apa’
itu nomor 3. Hal yang paling penting adalah bisa masuk ke universitas negeri
yang bagus dan diterima di jurusan yang prospeknya cerah. Dengan mendapatkan
dua poin pertama, maka diasumsikan anaknya bisa mendapat poin ketiga.
Hal ini didukung dengan pencari
kerja yang juga masih dikuasai orang–orang lama. Kampus /
almamater masih dilihat penting oleh perusahaan karena jaminan kualitas.
Setidaknya, kampus negeri menghasilkan lulusan yang lebih oke.
Disruptive era ini kemudian kita
rasakan saat beberapa PTS ternyata mencoba melakukan inovasi pembelajaran
dengan melakukan berbagai standardiasi, menaikkan insentif dosen, dan membuat
dosen betul–betul mengajar serius di kampus mereka.
Hasilnya, dengan intake mahasiswa kalah
dibandingkan negeri, mereka bisa menghasilkan lulusan yang lebih dipilih
industri. Sya mendengar beberapa curhatan teman kita yang ditempatkan di
SDM bahwa lulusan PTN technical skill nya mulai kalah dari
swasta, cenderung meminta gaji lebih besar, dan loyalitasnya kepada
perusahaan diragukan. Mereka lebih memilih lulusan–lulusan PTS!
Di masa yang akan datang, kita
membayangkan bahwa akan lebih banyak inovator–inovator pembelajaran yang
mengepung UI sebagai incumbent. Bukan
tidak mungkin, orang tua di masa yang akan datang dan para recruiter akan
berpikir yang berkebalikan dengan orang tua sekarang: Apa yang bisa Anda
lakukan lebih penting daripada almamater dan jurusan kuliah Anda. Itupun mulai
terjadi sekarang.
Bayangkan apabila pengajar
institusi incumbent masih
menggunakan cara–cara lama dalam mengajar, masih berpola pikir bahwa “UI intake nya
bagus, disuruh belajar sendiri saja pasti paham”. Sementara di luar sana,
para disruptor terus
mengembangkan teknik pendidikan yang bisa meningkatkan kualitas mahasiswa
yang intake nya rendah. Bukan tidak mungkin, lulusan UI
akan mengalami apa yang namanya degradasi
kognitif dan keluarannya akan kalah dari inovator pendidikan
di luar sana.
Prinsip Pendidik dalam Menghadapi Disruptive Era
Sebagai dosen muda, kita masih
berjumpa dengan dosen yang sejak kita kuliah dulu hingga sekarang sama cara
mengajarnya, sama cara memberikan tugasnya, dan materi yang diajarkan tidak
di update. Saat
industri masuk ke era disruption, hal
yang masih diajarkan sebatas teori porter
five forces. Tentu kita khawatir, jika ini terjadi terus–menerus
kampus kita sangat mungkin menjadi korban disruptive era.
Sebagai kita sebagai pendidik, pernah
belajar kepada pendidik-pendidik senior kita, apa yang bisa kita lakukan adalah
menghormati apa yang mereka ajarkan dan memulai perubahan dari dalam diri kita
sendiri. Kita memiliki prinsip, jika kita protes, maka kita harus
menciptakan solusi dengan resource yang
kita miliki.
Deans
for Impact, sebuah organisasi yang terdiri dari
pendidik senior dan pengkader pendidik–pendidik baru, menerbitkan report “Practice with
Purpose” yang berisikan prinsip–prinsip wajib untuk diterapkan
pendidik dalam disruptive
era. Beberapa hal dari prinsip itu sudah kita coba, dan
beberapa lainnya masih dalam proses. Pada intinya, saat ini seorang pendidik
harus betul–betul memahami perkembangan zaman, terus belajar, dan melatih otot–otot
mengajar yang ada dalam diri mereka agar bisa lebih baik. Istilahnya, deliberate practice.
Melalui
Pendidikan, Persiapkan Diri Hadapi Society 5.0
Society 5.0, era dimana peran masyarakat berusaha untuk
seimbang dengan hadirnya teknologi yang
tidak bisa terhindarkan. Society 5.0 dengan manusia sebagai pusatnya
hadir untuk memajukan ekonomi melalui penyelesaian masalah-masalah sosial
dengan sistem yang terintegrasi pada ruang fisik dan maya.
Melalui data, Society 5.0 menghubungkan dan meggerakkan
segala sesuatunya sebagai salah satu upaya untuk membantu adanya kesenjangan
sosial yang dirasa belum beruntung. Berbagai layanan pendidikan diharapkan
dapat menjangkau desa-desa kecil dengan manusia yang berperan untuk membuat data
dalam mengatasi kesenjangan sosial yang ada.
Pendidikan menjadi salah satu hal yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat dalam kesiapannya menghadapi masa depan yang terus
berubah dengan cepat. Dalam perkembangannya, pendidikan harus bisa memberikan
pelayananan secara optimal dan berkualitas agar bisa menentukan bagaimana
kelanjutan pendidikan tersebut.
Dengan perubahan cepat yang terjadi akibat dari
bergulirnya Revolusi Industri 4.0 mengakibatkan hampir di semua bidang
mengalami otomatisasi. Industri yang dikenal akrab dengan teknologi ini
memungkinkan manusia mengakses informasi dan melakukan komunikasi bisa
dimanfaatkan secara penuh. Indonesia yang masih dalam tahap Revolusi Industri
4.0, dikejutkan dengan hadirnya Society 5.0 yang digagas oleh Jepang. Saat
Indonesia masih sibuk dalam Revolusi Industri 4.0, namun Jepang sudah mengambil
langkah ke depan dengan Society 5.0.
Society 5.0 menjadi salah satu upaya pemerintahan Jepang
dalam menghadapi tren global yang muncul akibat adanya Revolusi Industri 4.0
dimana pada Revolusi ini telah banyak melahirkan inovasi dalam sektor industri
dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karenanya, Society 5.0 diharapkan dapat
menjawab berbagai tantangan yang muncul akibat adanya Revolusi Industri 4.0
bersamaaan dengan disrupsi yang memiliki gejala dimana dunia bergejolak, tidak
memiliki kepastian, kompleksitas, dan ambiguitas.
Dalam perannya, pendidikan memiliki peran penting untuk
mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi Society 5.0. Dalam forum ekonomi
dunia, telah dirumuskan bahwa terdapat sepuluh kemampuan dengan tiga
diantaranya adalah kemampuan utama yang harus dimiliki manusia dalam menghadapi
smart society.
Tiga kemampuan utama tersebut diantaranya yaitu kemampuan
dalam memecahkan masalah yang kompleks, kemampuan untuk bisa berpikir secara
kritis, dan kemampuan untuk berkreativitas. Salah sau kemampuan yang dirasa
mulai menghilang dari tahun ke tahun yaitu kemampuan dalam mendengar secara
aktif menjadi salah satu kemampuan dari sepuluh kemampuan utama.
Pendidikan memiliki tanggung jawab dalam memenuhi tiga
kemampuan utama yang dibutuhkan dalam menghadapi masa depan. Anak-anak tidak
hanya dibekali oleh ilmu pengetahuan namun juga harus dibekali dengan cara
berpikir. Cara berpikir harus mulai dikenalkan dan dibiasakan mulai dari
anak-anak agar nantinya terbiasa untuk bisa berpikir secara kritis, analitis,
dan kreatif.
Cara berpikir ini dikenal dengan High Other Thinking
Skills atau cara berpikir tingkat tinggi. Dengan memiliki kemampuan HOTS,
peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep pengetahuan yang tepat dengan
berbasiskan kegiatan. Dengan begitu, peserta didik didorong untuk bisa berpikir
secara kritis dan kreatif. Beberapa model pembelajaran bisa dipilih dan
diterapkan oleh guru kepada peserta didik untuk mengembangkan nalar
kritis peserta didik misalnya seperti:
1. Inquiry Learning
2. Discovery Learning
3. Project Based Learning
4. Problem Based Learning
Dalam membiasakan kemampuan HOTS kepada peserta didik,
pengajar juga perlu mengenalkan dan memberikan perasaan secara langsung di
dunia nyata. Dengan begitu, peserta didik bisa memahami permasalahan yang ada
di sekitar lingkungannya. Selain itu, dengan adanya dan diterapkannya
konsep-konsep pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat memahami bagaimana
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.
Pengajar memiliki peran yang penting pada peserta didik
yaitu bagaimana pengajar dapat memberikan arahan kepada peserta didik dalam
menemukan titik permasalahan dengan solusinya. Solusi yang diarahkan oleh
pengajar, diharapkan pula tidak hanya solusi yang sudah ada lalu dipakai namun
solusi dengan kebaruan seperti masalah yang baru juga sehingga peserta didik
bisa berinovasi dan berkreatifitas.
Pengenalan permasalahan kepada peserta didik pun tidak
hanya permasalahan yang ada pada lingkungan sekitar namun juga pengenalan
masalah secara universal. Sehingga akan meningkatkan wawasan dari peserta didik
itu sendiri. Pemanfaatan berbagai macam teknologi seperti telepon genggam,
laptop dan sebagainya juga bisa digunakan dalam pembelajaran.
Dengan adanya koneksi internet yang mendukung keberadaan
teknologi memungkinkan pengajar dan peserta didik mencari bahan ajar, diskusi
ataupun pembelajaran melalui video dengan mengakses berbagai situs yang
tersedia secara gratis. Dalam penggunaan teknologi, siapa saja bisa
menggunakannya namun harus bisa memberikan makna yang positif bagi pengguna
terkhusus peserta didik dalam proses pembelajaran.
Menyimpulkan dari penjelasan-penjelasan yang ada, dunia
pendidikan tentulah memiliki peran yang sangat penting. Bagaimana pendidikan
mampu memberi bekal kepada pengajar maupun peserta didik untuk siap dalam
menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Meskipun Indonesia saat ini
masih bergerak dalam Revolusi Industri 4.0, namun kita juga harus bergerak
cepat mempersiapkan diri kita untuk menghadapi dan bisa beradaptasi pada era
Society 5.0.
Referensi
Prima, E. (2019, Januari 29). Mengenal Visi Jepang
Society 5.0: Integrasi Ruang Maya dan Fisik. Retrieved from Tekno Tempo: https://tekno.tempo.co/read/1170120/mengenal-visi-jepang-society-5-0-integrasi-ruang-maya-dan-fisik
Redaksi. (2019, Maret 29). Indonesia Persiapkan
Standardisasi Era Society 5.0 Melalui BSN. Retrieved from MileniaNews:
milenianews.com/2019/03/29/indonesia-persiapkan-era-society/
Santoso, K. A. (2019, Maret 11). Pendidikan Untuk
Menyambut Society 5.0. Retrieved from alinea.id:
www.alinea.id/kolom/pendidikan-untuk-menyambut-masyarakat-5-0-b1Xcl9ijL
Uwuw
BalasHapus